Kamis, 05 Maret 2015

Betapa Aku Mencintaimu

Source: https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/originals/6c/50/93/6c50930aa99d31166ea0f4c606f5f06a.jpg

-Sebuah Parafrase-Awankolosta-

-Sebelumnya, saya mohon izin kepada penulis asli lagu ini untuk memparafrasekan dalam nuansa lain. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam memparafrasekan.-

Betapa aku mencintaimu 
Dengan sepenuh hatiku 
Betapa aku menyayangimu
Lebih dari yang kau tahu

Ingin ku bahagiakan dirimu 
Setiap saat bersamaku
Seperti janjiku kepadamu 
Tak 'kan pernah ku ingkari


Aku 'kan s'lalu ada di dekatmu 
Aku 'kan s'lalu menemani harimu 
Kau harus tahu 
Betapa aku
Mencintaimu… 
Betapa aku mencintaimu 
With everything inside of me… -Vagetoz-

Sejak pertama saya mendengar lagu ini, jujur saya sangat suka dengan lagu ini. Saat itu, saya masih merasakan aura romantisme dalam lagu ini. Namun, seiring waktu berjalan, saya merasakan aura lain dalam lagu ini. Apa itu? Aura religius.

Entah kenapa di suatu saat saya mendengar lagu ini, saya sangat terhanyut dalam aura magis yang dihasilkan. Bahkan air mata itu bisa tumpah. Galau. Bukan galau soal pacar, atau gebetan yang menikah dengan sahabat kita. Bukan. Pernah tidak kamu merasa bahwa lagu ini seakan Tuhan yang memberi nafas kepada kita, memberi kesempatan untuk masih bisa berdesak-desakan di KRL berkata bahwa Betapa Aku mencintaimu?

Dalam bait pertama, penulis berkata bahwa Tuhan sangat mencintai kita, sangat menyayangi kita. Coba kita ingat, sudah berapa galon air yang sudah masuk dan keluar dari tubuh kita? Berapa galon udara yang sudah masuk dan keluar dari lubang hidung kita? Berapa ton makanan yang masuk di lubang mulut kita dan berakhir di lubang mulut yang lain? Berapa juta macam penyakit yang telah dicegah kulit kita meskipun ada beberapa penyakit yang pernah kita derita? Berapa detikkah kesempatan yang telah kita habiskan untuk melakukan hal-hal tidak menyenangkan Tuhan, tetapi tidak diberikan hukuman langsung oleh Tuhan?


Itulah bukti sayang Tuhan, cinta Tuhan. Cinta yang kadang tidak kita rasakan. Cinta yang kadang tidak kita syukuri. Cinta yang kadang tidak kita isi dengan menyebut nama Tuhan. Dia menyayangi kita. Tak perlu kita meminta, Tuhan sudah langsung memberikan. Kadang Tuhan tidak memberikan sesuatu karena mungkin yang kita minta itu dapat membahayakan diri kita sendiri.


Contoh mudah, saat kita mencintai seseorang. Kita meminta (memaksa) Tuhan agar orang itu menjadi pacar kita. Namun, ternyata orang itu lalu mengkhianati kita, "berselingkuh" dengan sahabat kita, berlaku jahat pada orang tua kita, bahkan berlaku kasar pada kita. Pada akhirnya kita menyalahkan Tuhan akan kesalahan kita sendiri. Alangkah indah kalau waktu meminta kita tambahi redaksi, "... semoga permintaanku ini sesuai dengan keinginanMu dan semoga Engkau beri yang terbaik. Amin." Jadi, kalau gagal, kita masih ada harapan kalau suatu saat kita pasti akan diberi keinginan itu atau diberi yang terbaik atas permintaan itu.

Tuhan adalah Pemilik, Raja, Pemimpin yang amat peduli dengan kita. Ibarat seorang yang sudah amat sangat kecanduan bermain DOTA sekali. Seorang apabila telah kecanduan, orang tersebut tak akan rela bila PC yang digunakannya sampai mengalami crash bahkan rusak di tengah permainan. Atau seorang kolektor yang maniak terhadap lukisan Monalisa yang diperoleh dengan ratusan milyar pounds. Dia tak akan rela lukisan itu sampai dicuri, bahkan sampai tergores sedikit pun.

Pada bait kedua, penulis seakan mengingatkan kita akan janji yang pernah kita ucapkan yang "dibuat lupa" sebelum kita lahir ke dunia ini. Unbreakable Vow yang kita ucapkan bersama ratusan juta yang lain di hadapan Tuhan. Unbreakable Vow yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, kita akan selalu berbuat untukNya demi kita sendiri. Membahagiakan orang lain, sebenarnya demi kita sendiri. Semua yang kita lakukan, kalau kita niatkan untuk Tuhan, hasilnya semuanya akan kembali lagi kepada kita. 

Ikhlas itu mudah diketahui tanda-tandanya. Yang pertama, saat diminta kita mudah langsung melakukan. Yang kedua, kita mudah melupakan tindakan tersebut.

Dan, bait ketiga, mengingatkan kita bahwa Tuhan sangat dekat dengan kita. Bahkan lebih dekat dengan urat leher kita. Dia selalu tahu hal-hal yang telah, sedang, dan akan kita lakukan. Dia selalu tahu di mana kita berada, apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, dsb, dsb. Bagaimana Tuhan melakukannya? Novelis saja, macam Sir Conan, Madam Agatha, Tuan Tolkien, dan semua novelis yang pernah dan tengah hidup di dunia ini, yang notabene manusia biasa tahu apa yang sedang dipikirkan tokoh-tokohnya, akan dilakukan oleh tokoh-tokohnya, dan mendeskripsikan kebiasaan privat tokohnya, apalagi Tuhan yang menciptakan kita sebagai "tokohNya" di dunia ini? Sudah tentu Dia pasti tahu juga semua seluk beluk kebutuhan dan kehidupan kita. Mampukah seorang Sherlock mendebat Sir Conan saat dimatikan pertama kali di Air Terjun Reichenbach? Mampukah seorang Eragon menolak saat Brom dibuat mati oleh Paolini? Tidak mungkin!

Hanya satu yang pasti dapat menghiasi hari demi hari yang penuh perjuangan ini. Betapa Aku (Tuhan) mencintaimu sepenuhnya with everything inside of us...


(Prapatan, 05 Maret 2015)

0 comments:

Posting Komentar

 

- Copyright © 2015 Word and Life - | - Designed by George Robinson on BTDesigner - | - Proudly powered by Blogger -